Kamis, 6 September
2018, saya mendampingi murid ekstrakurikuler merencanakan kegiatan nonton bareng
film atau yang lebih dikenal dengan nobar. Kegiatan ini terbilang unik dan
menarik bagi saya. Mereka mencoba memberikan kesan yang berbeda bahwa kegiatan
jurnalistik yang identik dengan tulis menulis diubahnya menjadi kegiatan yang
seru melalui nobar. Selain itu, kegiatan ini merupakan nobar pertama yang akan
dilakukan di sekolah. Ide kegiatan ini juga murni dari pengurus ekstra mading
dan jurnalistik. Melihat sedikitnya murid yang terlibat dalam kegiatan eskul
jurnalistik, mereka mencoba untuk berinovasi dalam melakukan kegiatan rekrutmen
anggota jurnalistik sekolah. Langkah yang bagus dan revolusioner yang mereka
ambil, ketika sebagian anak memilih untuk berada di zona nyamannya mereka
justru mengeksplor ide-ide gilanya. “Salut!” puji saya dalam hati kepada mereka.
Tepat setelah program
kerja eksul disetujui Rabu, 12 September 2018 oleh kepala sekolah agenda nobar
hanya tersisa waktu kurang dari satu minggu dari jadwal yang terprogram. Sebagai
pembimbing saya takjub dengan semangat juang mereka padahal persiapan dan jarak
waktu pelaksanaan kegiatan cukup pendek. Waktu yang singkat ini justru menjadi
motivasi untuk mereka dalam menyiapkan kegiatan nobar dan mereka sangat yakin
kegiatan ini bakal sukses untuk mengenalkan ekskul mading dan jurnalistik
moedikal ke seluruh murid SMK Muhammadiyah Pekalongan. Poster-poster nobar
sudah mereka buat, padahal program kerja ekskul saat itu belum disetujui.
Mereka juga sudah melakukan pendekatan personal kepada calon peserta nobar.
Militan sekali cara mereka bekerja. Tak ayal mereka pun akhirnya sukses
mendatangkan peserta nobar lebih dari 25 orang. Lagi-lagi saya harus banyak
belajar dari mereka, bahwa hasil tidak akan menghianati proses.
Film yang kami pilih
untuk edisi perdana nobar adalah film “I Not Stupid Too”. Penentuan pemilihan
film ini juga tak lepas dari diskusi antara saya dan anggota ekskul jurnalistik.
Dari mulai tema film, selera film calon peserta, dan durasi film turut
diperhatikan sampai akhirnya pilihan jatuh ke film “I Not Stupid Too”. Konsep
nobar juga kita pertimbangkan masak-masak, karena kami tidak ingin nobar ini
sebatas kegiatan hiburan semata, sehingga kami memutuskan untuk ada pemandu
nobar. Pemandu pun, kami libatkan rekan guru dari luar yakni dari Komunitas
Guru Belajar Pekalongan beliau ialah guru Muhammad Arifin atau Kak Ipin sapaan
akrabnya. Harapannya dengan adanya pemandu nobar kegiatan ini akan lebih
mengena dan bermanfaat bagi peserta.
Sabtu, 15 September
sesi nobar dilakukan. Kegiatan awal dimulai dengan perkenalan yang dipandu oleh
Guru Ipin melalui game katan kunci, dengan menyembutkan nama dan menyebutkan
hal yang disukai dengan huruf ke dua dari nama. Misal, saya Ipin saya suka
pepaya . Contoh lain saya kumar, saya suka udang. Saat perkenalan ini dimulai,
ternyata banyak peserta yang belum bisa menangkap kata kunci tersebut sehingga
permainan ini terasa lebih seru, karena usaha peserta untuk terus mencari kata
kunci tersebut. Tak jarang mereka saling menertawakan karena jawabannya tidak
tepat tetapi dari hal inilah suasana ruangan jadi lebih cair dan bersahabat
antarpeserta yang satu dengan yang lain .
Setelah selasai
perkenalan Guru Ipin mulai memasuki rulung hati peserta nobar dengan memberikan
kertas berbentuk love dan bintang ke seluruh peserta. Muncullah, pertanyaan dari
beberapa peserta.
“Wah, buat apa nih Pak?” belum sempat
dijawab oleh guru Ipin sudah ada yang menimpali dengan pertanyaan lagi.
“Mau ngapain Pak, saya tidak bawa alat
tulis?”.
Guru Ipin pun menjawab “Kertas bintang
itu saya berikan ke kalian karena kalian luar biasa mau belajar bareng dengan
saya hari ini. Kalau kertas yang berbentuk hati itu, saya ingin kalian
menuliskan kapan terkahir Ibu/ Bapak guru kalian memuji kalian? Terus kalian
dipuji karena melakukan apa?”.
Mendengar dua pertanyaan
yang dilontarkan Guru Ipin seketika ruangan riuh dengan berbagai ungkapan perasaan
yang dirasakan peserta dan saling bertanya “Kapan ya aku terkahir dipuji?”.
Agaknya mereka harus berusaha keras untuk mengingat kapan terkahir mereka
dipuji. Hal ini sungguh mengagetkan saya, sekaligus menjadi refleksi buat saya.
Apakah saya jarang memberikan apresiasi buat mereka atau saya lebih sering memarahinya
dan menggunjingnya di ruang guru. “Untung saja pemandu nobar tidak memberikan
pertanyaan kapan terakhir kalian dimarahi guru di sekolah? Bisa jadi anak-anak
lebih mudah untuk menjawabnya” Gumamku dalam hati, sembari mengela napas
panjang.
Mereka mulai mengisi
kertas itu dengan berbagai spidol warna yang kami sediakan. Setelah selesai
Guru Ipin meminta kertas itu untuk ditempelkan di salah satu tiang penyangga
gedung. Mereka pun bergegas dan berebut untuk menempelkan ungkapan hati mereka.
Saat kami baca satu persatu kertas berbentuk hati itu, ada beberapa yang baru
saja mendapat pujian dari ibu/ bapak gurunya. Tetapi tidak sedikit juga peserta
yang sudah lama tidak mendapat pujian dari bapak ibu guru. Ada yang mengisi
terakhir mendapat pujian saat masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena
bisa melempar lembing dengan benar. Bahkan ada yang menuliskan di kertas berbentuk
hati itu bahwa dia tidak pernah mendapat pujian.
Dari lembaran-lembaran
kertas bentuk hati itu, rerata pujian yang diterima oleh siswa adalah saat
mereka mampu mendapat juara saat kompetisi (lomba). Jawaban-jawaban mereka
menjadi tamparan keras bagi saya. Bagaimana tidak, mereka semua adalah
murid-murid saya dan apa yang mereka tuliskan saat ini adalah cerminan hati
mereka. Mereka rindu untuk diapresiasi, mereka butuh diapresiasi tanpa harus
menunggu jadi juara kelas ataupun menjadi juara lomba.
Selanjutnya, Guru ipin
kembali mengapresiasi jawaban dari peserta karena kejujurannya dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan. Guru ipin pun meminta mereka mengatur posisi
duduknya karena pemutaran film akan dimulai. Film mulai diputar dan peserta
begitu menikmati pertunjukkan. Hal itu tergambar dari ekspresi mereka yang
tertawa terbahak-bahak saat melihat kekonyolan Jerry yang meminta teman
sekelasnya untuk memakan nanas dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka juga
tampak empati saat melihat Tom dan Jerry dalam menjalani kehidupannya sebagai
anak yang tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Saat durasi film terus
melaju kami melihat berbagai ekspresi dari peserta, raut wajah bahagia, sedih,
atau bahkan marah dan sesekali berkomentar mengenai salah satu tokoh dalam
film.
Selesai sudah pemutaran
film “I’am Not Stupid Too” ruang studio kembali pecah dengan obrolan mereka
tentang film ini. Melihat hal tersebut Guru Ipin langsung sigap mengondisikan
peserta untuk memetik nilai-nilai eduksai yang dapat diambil.
“Wah, seru ya filmnya, tepuk tangannya
mana?” Sontak seluruh peserta bertepuk tangan.
“Ini masih episode satu yah, kalau mau
nonton episode dua nanti bisa minta panitia memutarkan di nobar berikutnya”
Lanjut guru ipin sambil tertawa
Mereka pun menjawab “Setuju!!!!”
Dengan diksi andalannya
“pisang coklat” guru Ipin kembali menenangkan peserta dan mengajaknya untuk
berrefleksi mengenai kegiatan nobar ini. Guru Ipin meminta seluruh peserta
untuk menuliskan apa yang mampu mereka tangkap sebagai pelajaran dalam film
ini. Jawaban mereka di selembar kertas begitu menawan, mereka paham betul
nilai-nilai yang ada di dalam film tersebut tanpa harus dijelaskan atau dipaksa
dipahamkan. Mereka sangat menikmati proses itu dan mampu mengambil inti sari
nilai-nilai dalam film. Tak lupa Guru Ipin mengapresiasi jawaban dari mereka
dengan mengatakan “Kalian keren!”.
Di sesi akhir Guru Ipin
berpesan kepada peserta, “Kita harus objektif dalam menilai banyak hal, tidak
boleh fokus pada kesalahan atau kejelekan orang tanpa memperhatikan kebaikan
atau kelebihan orang itu. Jangan seperti yang di film “I Not Stupid Too”, guru
dan orang tua melihat dari kaca mata negatif saja tanpa memperhatikan kelebihan
dari murid atau anaknya. Jika memang ada apel yang busuk di titik tertentu,
jangan lantas dibuang semua, tapi potonglah bagian yang busuk itu dan yang
tidak busuk bisa kita makan” Tutupnya.
Pada bagian penutupan
seluruh peserta mengisi amplop harapan. Peserta diminta menuliskan harapannya
untuk esktrakurikuler mading jurnalistik kedepan agar ekstrakurikuler ini bisa
semakin solid dan bermanfaat. Dari amplop ini banyak yang mendoakan semoga
ekskul mading semakin maju. Ada yang memberikan tantangan untuk kedepan harus
mampu menerbitkan buku/ novel. Ada juga yang ingin turut serta terlibat dalam
kegiatan ekstrakurikuler mading jurnalistik moedikal. Dari coret-coretan mereka
bisa dibilang acara nobar yang digagas anak-anak berlangsung sukses. Salut buat
anak-anak mading dan jurnalistik. Kalian keren!!! Hebat!!!
Terima kasih saya
ucapkan untuk tim mading dan jurnalistik yang sudah membuka mata hati saya.
Sejauh ini sikap seperti apa yang saya berikan dan apa yang murid-murid rasakan tergambar dalam kegiatan ini. Saya akan lebih banyak belajar untuk
mengapresiasi/ memuji apa yang dilakukan oleh murid-murid. Hal-hal baik yang
mereka lakukan juga layak diapresiasi. Sejauh ini saya lebih sering fokus ke
murid yang tidak berpakaian rapi dan menegurnya tetapi jarang mengapresiasi
mereka yang berpakaian rapi. Saya sering puji buat anak-anak yang mendapat
nilai bagus tetapi saya jarang memuji usaha anak-anak yang berusaha untuk
mencapai nilai bagus. Saya lebih sering ingin didengar di kelas dan jarang berbesar
hati untuk bergantian sekadar mendegar cerita singkat mereka.
No comments:
Post a Comment