Sunday, 16 September 2018

(REFLEKSI) CATATAN NOBAR FILM BERSAMA MURID




Kamis, 6 September 2018, saya mendampingi murid ekstrakurikuler merencanakan kegiatan nonton bareng film atau yang lebih dikenal dengan nobar. Kegiatan ini terbilang unik dan menarik bagi saya. Mereka mencoba memberikan kesan yang berbeda bahwa kegiatan jurnalistik yang identik dengan tulis menulis diubahnya menjadi kegiatan yang seru melalui nobar. Selain itu, kegiatan ini merupakan nobar pertama yang akan dilakukan di sekolah. Ide kegiatan ini juga murni dari pengurus ekstra mading dan jurnalistik. Melihat sedikitnya murid yang terlibat dalam kegiatan eskul jurnalistik, mereka mencoba untuk berinovasi dalam melakukan kegiatan rekrutmen anggota jurnalistik sekolah. Langkah yang bagus dan revolusioner yang mereka ambil, ketika sebagian anak memilih untuk berada di zona nyamannya mereka justru mengeksplor ide-ide gilanya. “Salut!” puji saya dalam hati kepada mereka.
Tepat setelah program kerja eksul disetujui Rabu, 12 September 2018 oleh kepala sekolah agenda nobar hanya tersisa waktu kurang dari satu minggu dari jadwal yang terprogram. Sebagai pembimbing saya takjub dengan semangat juang mereka padahal persiapan dan jarak waktu pelaksanaan kegiatan cukup pendek. Waktu yang singkat ini justru menjadi motivasi untuk mereka dalam menyiapkan kegiatan nobar dan mereka sangat yakin kegiatan ini bakal sukses untuk mengenalkan ekskul mading dan jurnalistik moedikal ke seluruh murid SMK Muhammadiyah Pekalongan. Poster-poster nobar sudah mereka buat, padahal program kerja ekskul saat itu belum disetujui. Mereka juga sudah melakukan pendekatan personal kepada calon peserta nobar. Militan sekali cara mereka bekerja. Tak ayal mereka pun akhirnya sukses mendatangkan peserta nobar lebih dari 25 orang. Lagi-lagi saya harus banyak belajar dari mereka, bahwa hasil tidak akan menghianati proses.
Film yang kami pilih untuk edisi perdana nobar adalah film “I Not Stupid Too”. Penentuan pemilihan film ini juga tak lepas dari diskusi antara saya dan anggota ekskul jurnalistik. Dari mulai tema film, selera film calon peserta, dan durasi film turut diperhatikan sampai akhirnya pilihan jatuh ke film “I Not Stupid Too”. Konsep nobar juga kita pertimbangkan masak-masak, karena kami tidak ingin nobar ini sebatas kegiatan hiburan semata, sehingga kami memutuskan untuk ada pemandu nobar. Pemandu pun, kami libatkan rekan guru dari luar yakni dari Komunitas Guru Belajar Pekalongan beliau ialah guru Muhammad Arifin atau Kak Ipin sapaan akrabnya. Harapannya dengan adanya pemandu nobar kegiatan ini akan lebih mengena dan bermanfaat bagi peserta.
Sabtu, 15 September sesi nobar dilakukan. Kegiatan awal dimulai dengan perkenalan yang dipandu oleh Guru Ipin melalui game katan kunci, dengan menyembutkan nama dan menyebutkan hal yang disukai dengan huruf ke dua dari nama. Misal, saya Ipin saya suka pepaya . Contoh lain saya kumar, saya suka udang. Saat perkenalan ini dimulai, ternyata banyak peserta yang belum bisa menangkap kata kunci tersebut sehingga permainan ini terasa lebih seru, karena usaha peserta untuk terus mencari kata kunci tersebut. Tak jarang mereka saling menertawakan karena jawabannya tidak tepat tetapi dari hal inilah suasana ruangan jadi lebih cair dan bersahabat antarpeserta yang satu dengan yang lain .
Setelah selasai perkenalan Guru Ipin mulai memasuki rulung hati peserta nobar dengan memberikan kertas berbentuk love dan bintang ke seluruh peserta. Muncullah, pertanyaan dari beberapa peserta.
“Wah, buat apa nih Pak?” belum sempat dijawab oleh guru Ipin sudah ada yang menimpali dengan pertanyaan lagi.
“Mau ngapain Pak, saya tidak bawa alat tulis?”.
Guru Ipin pun menjawab “Kertas bintang itu saya berikan ke kalian karena kalian luar biasa mau belajar bareng dengan saya hari ini. Kalau kertas yang berbentuk hati itu, saya ingin kalian menuliskan kapan terkahir Ibu/ Bapak guru kalian memuji kalian? Terus kalian dipuji karena melakukan apa?”.
Mendengar dua pertanyaan yang dilontarkan Guru Ipin seketika ruangan riuh dengan berbagai ungkapan perasaan yang dirasakan peserta dan saling bertanya “Kapan ya aku terkahir dipuji?”. Agaknya mereka harus berusaha keras untuk mengingat kapan terkahir mereka dipuji. Hal ini sungguh mengagetkan saya, sekaligus menjadi refleksi buat saya. Apakah saya jarang memberikan apresiasi buat mereka atau saya lebih sering memarahinya dan menggunjingnya di ruang guru. “Untung saja pemandu nobar tidak memberikan pertanyaan kapan terakhir kalian dimarahi guru di sekolah? Bisa jadi anak-anak lebih mudah untuk menjawabnya” Gumamku dalam hati, sembari mengela napas panjang.
Mereka mulai mengisi kertas itu dengan berbagai spidol warna yang kami sediakan. Setelah selesai Guru Ipin meminta kertas itu untuk ditempelkan di salah satu tiang penyangga gedung. Mereka pun bergegas dan berebut untuk menempelkan ungkapan hati mereka. Saat kami baca satu persatu kertas berbentuk hati itu, ada beberapa yang baru saja mendapat pujian dari ibu/ bapak gurunya. Tetapi tidak sedikit juga peserta yang sudah lama tidak mendapat pujian dari bapak ibu guru. Ada yang mengisi terakhir mendapat pujian saat masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena bisa melempar lembing dengan benar. Bahkan ada yang menuliskan di kertas berbentuk hati itu bahwa dia tidak pernah mendapat pujian.
Dari lembaran-lembaran kertas bentuk hati itu, rerata pujian yang diterima oleh siswa adalah saat mereka mampu mendapat juara saat kompetisi (lomba). Jawaban-jawaban mereka menjadi tamparan keras bagi saya. Bagaimana tidak, mereka semua adalah murid-murid saya dan apa yang mereka tuliskan saat ini adalah cerminan hati mereka. Mereka rindu untuk diapresiasi, mereka butuh diapresiasi tanpa harus menunggu jadi juara kelas ataupun menjadi juara lomba.  
Selanjutnya, Guru ipin kembali mengapresiasi jawaban dari peserta karena kejujurannya dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Guru ipin pun meminta mereka mengatur posisi duduknya karena pemutaran film akan dimulai. Film mulai diputar dan peserta begitu menikmati pertunjukkan. Hal itu tergambar dari ekspresi mereka yang tertawa terbahak-bahak saat melihat kekonyolan Jerry yang meminta teman sekelasnya untuk memakan nanas dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka juga tampak empati saat melihat Tom dan Jerry dalam menjalani kehidupannya sebagai anak yang tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Saat durasi film terus melaju kami melihat berbagai ekspresi dari peserta, raut wajah bahagia, sedih, atau bahkan marah dan sesekali berkomentar mengenai salah satu tokoh dalam film.
Selesai sudah pemutaran film “I’am Not Stupid Too” ruang studio kembali pecah dengan obrolan mereka tentang film ini. Melihat hal tersebut Guru Ipin langsung sigap mengondisikan peserta untuk memetik nilai-nilai eduksai yang dapat diambil.
“Wah, seru ya filmnya, tepuk tangannya mana?” Sontak seluruh peserta bertepuk tangan.
“Ini masih episode satu yah, kalau mau nonton episode dua nanti bisa minta panitia memutarkan di nobar berikutnya” Lanjut guru ipin sambil tertawa
Mereka pun menjawab “Setuju!!!!”
Dengan diksi andalannya “pisang coklat” guru Ipin kembali menenangkan peserta dan mengajaknya untuk berrefleksi mengenai kegiatan nobar ini. Guru Ipin meminta seluruh peserta untuk menuliskan apa yang mampu mereka tangkap sebagai pelajaran dalam film ini. Jawaban mereka di selembar kertas begitu menawan, mereka paham betul nilai-nilai yang ada di dalam film tersebut tanpa harus dijelaskan atau dipaksa dipahamkan. Mereka sangat menikmati proses itu dan mampu mengambil inti sari nilai-nilai dalam film. Tak lupa Guru Ipin mengapresiasi jawaban dari mereka dengan mengatakan “Kalian keren!”.
Di sesi akhir Guru Ipin berpesan kepada peserta, “Kita harus objektif dalam menilai banyak hal, tidak boleh fokus pada kesalahan atau kejelekan orang tanpa memperhatikan kebaikan atau kelebihan orang itu. Jangan seperti yang di film “I Not Stupid Too”, guru dan orang tua melihat dari kaca mata negatif saja tanpa memperhatikan kelebihan dari murid atau anaknya. Jika memang ada apel yang busuk di titik tertentu, jangan lantas dibuang semua, tapi potonglah bagian yang busuk itu dan yang tidak busuk bisa kita makan” Tutupnya.
Pada bagian penutupan seluruh peserta mengisi amplop harapan. Peserta diminta menuliskan harapannya untuk esktrakurikuler mading jurnalistik kedepan agar ekstrakurikuler ini bisa semakin solid dan bermanfaat. Dari amplop ini banyak yang mendoakan semoga ekskul mading semakin maju. Ada yang memberikan tantangan untuk kedepan harus mampu menerbitkan buku/ novel. Ada juga yang ingin turut serta terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler mading jurnalistik moedikal. Dari coret-coretan mereka bisa dibilang acara nobar yang digagas anak-anak berlangsung sukses. Salut buat anak-anak mading dan jurnalistik. Kalian keren!!! Hebat!!!
Terima kasih saya ucapkan untuk tim mading dan jurnalistik yang sudah membuka mata hati saya. Sejauh ini sikap seperti apa yang saya berikan dan apa yang murid-murid rasakan tergambar dalam kegiatan ini. Saya akan lebih banyak belajar untuk mengapresiasi/ memuji apa yang dilakukan oleh murid-murid. Hal-hal baik yang mereka lakukan juga layak diapresiasi. Sejauh ini saya lebih sering fokus ke murid yang tidak berpakaian rapi dan menegurnya tetapi jarang mengapresiasi mereka yang berpakaian rapi. Saya sering puji buat anak-anak yang mendapat nilai bagus tetapi saya jarang memuji usaha anak-anak yang berusaha untuk mencapai nilai bagus. Saya lebih sering ingin didengar di kelas dan jarang berbesar hati untuk bergantian sekadar mendegar cerita singkat mereka.

temanbelajarmoe Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment