Awal tahun 2017
merupakan tahun ke empat saya menjadi guru. Waktu yang terbilang singkat tapi
saat itu saya merasa jenuh dengan pekerjaan saya sebagai guru. Bukan karena
saya tak lagi mencintai profesi ini, tapi saat itu saya merasa jenuh dengan
rutinitas yang monoton, karena saya bukan tipikel orang yang suka dengan hal
yang monoton dan stagnan. Kejenuhan yang menjangkit pastinya mempengaruhi
kinerja saya dalam proses mengajar. Acap kali saat mengajar di kelas tidak
sepenuh hati dan sepenuh tubuh, sekadar memenuhi tanggung jawab untuk
menyampaikan materi di kelas. Sempat terpikir untuk resign dan mencari pekerjaan yang lebih menantang. Pikiran itu
terus menyelimuti hasrat dalam diri yang mulai jenuh dengan profesi ini.
Rasa jenuh yang akut
ini terus menjalar sampai membuat saya risau. Hal itu mengakibatkan tiap kali
ketemu rekan guru saya selalu bertanya “Sudah berapa tahun jadi guru?”, “Mulai
merasa jenuh tidak?”. Seolah pertanyaan-pertanyaan ini untuk mengonfirmasi
apakah hanya saya yang merasa jenuh dengan profesi ini, atau rekan-rekan guru
yang lain juga. Sedikit lega ketika ada rekan guru yang menjawab sama.
Menurutnya, jenuh dalam mengajar murapakan fase yang sudah umum terjadi.
Ketika saya merefleksikan
rasa kejenuhan dan kemonotonan tersebut. Ternyata memang saya yang mulai tak
bersemangat menyiapkan proses belajar untuk anak-anak, karena waktu jam
mengajar yang lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya dan kesibukan
tambahan yang diamanahkan sekolah kepada saya, sehingga waktu untuk menyiapkan
proses belajar kurang maksimal. Selain itu, miskin referensi cara mengajar yang
aktif, kreatif, dan inovatif. Kesibukan-kesibukan inilah yang kemudian tanpa
sadar saya jadikan alasan untuk pembelaan, kenapa jarang mempersiapkan
rancangan pembelajaran. Refleksi ini menjadi proses titik balik. Saat itu saya
mulai berniat untuk manejemen waktu lebih baik agar semua seimbang dan tidak
ada yang dirugikan khusunya untuk anak-anak didik.
Ikhtiar itu saya mulai
dengan berselancar di google dan facebook. Saya melihat postingan teman satu
angkatan yang jadi guru (Guru Dina) sedang mengikuti kegiatan Pesta Pendidikan
di Jogjakarta dari berfoto-foto yang diupload. Saya iseng komen di statusnya,
“Acara apa Din, kok tidak ngajak-ngajak ada acara di Jogja?”. Tak lama kemudian
Dina membalas komen saya. Kemudian mengajak saya untuk bergabung dalam Kegiatan
Komunitas Guru Belajar Pekalongan, tanpa pikir panjang saya terima tawarannya.
Kegiatan Temu Pendidik
atau yang lebih dikenal dengan Mudik yang kali pertama saya ikuti waktu itu, Kamis
11 Mei 2017 diadakan di Rumah Guru Abdurahman yang juga teman satu kampus dulu.
Tema Mudik saat itu tentang merdeka belajar oleh-oleh dari Pesta Pendidikan
yang disampaikan oleh Guru Nuno Reza Puji dan saya langsung falling in love (bukan dengan guru
Nunonya ya, tapi dengan kegiatan Mudik ini). Hehehehee.. J Selain membahas dan praktik tentang
merdeka belajar waktu itu juga ada materi dari Guru Ipin mengenai ice breaking “Down, Up, dan Boom” yang kemudian membuat kelas jadi
lebih seru dan pecah. Saya bagaikan serpihan besi yang tertarik medan magnet
dalam Komunitas Guru Belajar ini, di mana ada energi bagi saya untuk ikut menebarkan
virus merdeka belajar. Sampai
akhirnya saya gandrung dengan kegiatan Temu Pendidikan yang dilakukan oleh
Komunitas Guru Belajar Pekalongan (KGB Pekalongan). Dari sinilah motivasi dan
semangat mengajar saya kembali bergelora dan berapi-api.
Dari kegiatan mudik
yang diadakan oleh KGB Pekalongan saya belajar banyak hal mengenai strategi
pembelajaran, media pembelajaran, ice
breaking, memanusiakan hubungan, disiplin positif, dan masih banyak ilmu
yang lainnya. Pengalaman belajar ini yang kemudian siap saya eksekusi untuk
diterapkan dalam proses mengajar di kelas. Ketika dulu saya masuk kelas menjadi
raja tanpa mendegar suara siswa dan berperilaku sesuka hati, karena memiliki
kuasa sebagai guru kini mulai berubah. Sebelum kegiatan pembelajaran
berlangsung kita merencakanakan proses pembelajaran bersama, dari menentukan
tujuan berlajar bersama, cara belajarnya, dan penilainya. Cara-cara ini yang
merupakan bagian dari siklus merdeka belajar (komitmen pada tujuan belajar,
mandiri mengatur strategi untuk mencapai tujuan, dan reflektif).
Pengalaman belajar itu
juga sempat saya tulis dan saya kirimkan di Surat Kabar Guru Belajar Edisi 12
(SKGB 12) dan Alhamdulillah lolos diterbitkan. Saat itu saya menerapkan siklus
merdeka belajar pada materi surat lamaran pekerjaan pada kompetensi wawancara
lamaran pekerjaan. Memang kali pertama mencoba mempraktikkan konsep merdeka
belajar tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa. Kesulitan itu tampak pada
saat merumuskan tujuan belajar bersama. Pada saat anak-anak diminta untuk merumuskan
tujuan belajar bersama, mereka diam dan harus dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan
yang reflektif untuk menyetimulus mereka karena mungkin ini pengalaman pertama
mereka merumusukan tujuan belajar bersama gurunya, masih terlihat malu-malu dan
sedikit canggung. Kenapa tujuan belajar ini sangat penting untuk diketahui dan
dirumuskan bersama siswa, karena dengan siswa menyadari tujuan dari belajar
materi yang akan kita sampaikan, maka mereka akan lebih berkomitmen dalam
melakukan proses belajar karena menyadari kebermanfaatan dari proses belajar
tersebut. Jika ingin tahu proses belajarnya bagaimana, silakan bisa download
SKGB edisi 12 di sini:
Selain menyadari
pentingnya keterlibatan siswa dalam menentukan proses belajar dan keterlibatannya
dalam proses belajar, saya juga lebih siap dalam mempersiapkan proses belajar,
karena banyak model belajar yang menarik dari apa yang saya dapatkan pada saat
Mudik. Bisa dibilang kegiatan Mudik ini adalah pasarnya ilmu dan kita guru-guru
yang datang Mudik untuk kulakan strategi dan metode mengajar untuk dijual
(dipraktikan) di kelas. Berasakan, kalau orang mau dagang/ jualan makanan tapi kita
hanya mampu menjual satu menu makanan, jangan sampai konsumen (siswa) berteriak
boring karena dikasih menu yang sama
terus menerus.
Salah satu proses
belajar yang saya sudah adopsi adalah Pokomen Go. Meski persiapannya
membutuhkan waktu, tapi melihat semangat belajar anak yang begitu dasyat jadi
terbayar lunas. Saat anak berburu pokemon dan menemukan petunjuk-peunjuk atau
pertanyaan-pertanyaan mereka sangat antusias dan bersemangat serta lebih
bermakna buat mereka. Proses belajar dengan Pokemon Go juga saya dokumentasikan
bisa dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=mbH7aOO5aoI&t=90s
Selain itu saya juga
mengadopsi permainan dadu yang dibagikan oleh Guru Wahyu Hidayat untuk menarik perhatian siswa, tapi saya
inovasikan untuk kegiatan ulangan/ evaluasi mandiri yang dilakukan oleh siswa.
Pada saat penerapan strategi ini agak aneh kok bisa siswa ulangan kok ekspresi
wajahnya tampak ceria dan tidak seperti biasanya ketika ada ulangan wajahnya
kaya benang kusut. Untuk proses dokumentasi proses belajar ini bisa dilihat di
sini:
Jadi sangat banyak yang
saya dapatkan dari Komunitas Guru Belajar dan tiap mudik itu seperti halnya
mencharger semangat belajar dan mengajar sehingga saya selalu bersemangat dalam
belajar dan mengajar. Selain itu, dari Komunitas Guru Belajar-lah saya
menyadari pentingnya memanusiakan hubungan karena sering kali kita selalu menuntut
untuk didengar tapi kita jarang mendengarkan mereka (siswa). Padahal siswa juga
ingin didengarkan ceritanya, pendapatnya, atau pandangannya tentang sesuatu
hal. Dari Komunitas Guru Belajar saya belajar bagaimana jadi guru yang berdaya,
guru yang tak pernah merasa cukup ilmu tapi guru yang selalu senantiasa
semangat belajar untuk mengupgrade ilmunya
menyesuaikan zaman dan kebutuhan pendidikan. Seperti halnya kalimat yang selalu
digaungkan oleh rekan-rekan guru Komunitas Guru Belajar “Guru yang layak
mengajar adalah guru yang terus belajar”.
No comments:
Post a Comment