Monday, 26 March 2018

Guru Sampel atau Guru Simpel




Sumber Gambar: https://www.google.co.id

Kondisi Guru saat ini
Ketika kita bicara soal guru, pastilah tak lepas dari semboyan among yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yang berbunyi Ing ngarso sungtulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Sebuah kalimat yang singkat tetapi syarat akan makna, di mana tugas guru sebagai pendidik tak lantas hanya sekadar mengajar melainkan memiliki tanggung jawab lain yaitu menjadi teladan bagi siswanya dan mampu memotivasi serta mendorong siswanya untuk belajar. Namun, kenyataanya dunia pendidikan kita harus dihadapkan pada kenyataan yang kurang sedap. Hal tersebut tampak dari beberapa oknum guru yang menganggap bahwa profesi guru sebagai pekerjaan yang simpel sehingga mereka lupa dengan tanggung jawab mereka yang dituntut menjadi teladan atau sampel bagi siswanya di sekolah.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Rusli Rachman dalam bukunya yang menyatakan bahwa pada kenyataannya memang ada sebagian guru yang kurang memiliki rasa tanggung jawab, baik terhadap prestasi akademik anak didik, sikap dan perilaku anak didik, maupun kondisi lingkungan masyarakatnya. Bahkan lebih parahnya, ada guru yang menjadi bagian dari masalah yang terjadi di masyarakat. Yang menyedihkan lagi, sebagian dari mereka tak menyadari kesia-siaan amal dan pengabdian selama menjadi guru akibat perbuatan tidak profesinalnya dan tidak mendasarinya dengan komitemen moral.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kecenderungan guru yang menganggap profesi guru sebagai pekerjaan yang simpel dan tidak didasari tanggung jawab moral rentan mengabaikan tanggung jawabnya, karena guru menganggap bahwa tugas guru hanya sebatas mengajar dan memberikan nilai. Namun, guru mengabaikan bagimana pembentukan karakter dan kepribadian siswa agar memiliki sikap ataupun karakter yang baik. Sementara masyarakat sudah menitikberatkan bahwa sikap yang dimiliki siswa merupakan hasil binaan dari sekolah. Seperti halnya unggkapan “Guru kencing berdiri, siswa kencing berlari”, dari unggkapan tersebutlah kita bisa bercermin seperti apa diri kita dari sikap atau perilaku siswa kita.

Masalah di sekolah
            Lucunya, tidak sedikit guru yang mengeluhkan sikap siswa yang kurang baik, arogan, kurang disiplin, dan tidak bisa menghoramati gurunya. Pertanyaannya kenapa siswa bisa bersikap demikian? Itulah salah satu tugas guru mencoba berempati terhadap perilaku siswa, karena bisa jadi siswa yang bermasalah sesungguhnya mereka sedang membutuhkan perhatian dari gurunya. Tak lantas menjustifikasi bahwa siswa tersebut salah dan layak diberikan sanksi agar mereka bersikap baik. Ingat apa yang pernah di sampaikan oleh Gus Dur, “ketika jari telunjuk kita mengarah pada seorang siswa, empat jari yang lain justru mengarah pada diri kita”. Dari nukilan kata bijak tersebut dapat di simpulkan bahwa ketika kita menyalahkan siswa justru kesalahan terbesar ada dalam diri kita sebagai guru mereka.
Oleh karena itu, ada kalanya guru harus intropeksi diri. Barangkali dari hasil intnropeksinya tesebut guru akan terperangah dan baru menyadari bahwa mereka sendiri hampir tidak pernah disiplin datang tepat waktu dan tidak jarang menyalahi aturan sekolah. Lantas, pantaskah guru mengeluhkan kedisiplinan siswa di sekolah, dan sementara guru sendiri tak mampu menjadi contoh/sampel bagi siswa? Biar bagaimana pun juga, siswa akan berkaca pada gurunya. Tentunya Siswa akan disiplin  bila gurunya mampu menunjukkan betapa disiplin dan konsisten menyaksiskan gurunya bersikap disiplin.

Guru Sampel/ Teladan
Guru seyogyanya menjadi contoh (sampel) bukan sekadar memberikan contoh (simpel). Apabila guru meminta siswanya untuk datang tidak terlambat guru harus mampu menjadi sampel/teladan bagi siswanya dengan datang lebih awal dari siswanya. Bukanya justru datang terlambat dan memberikan berbagai alasan, karena pada saat itu yang siswa ketahui guru datang terlambat, karena jika siswa terlambatpun guru tidak mau tahu alasan kenapa siswa terlambat. Oleh sebab itu, menjadi guru sampel sekaligus teladan bukanlah hal yang mudah seperti halnya membalikan telapak tangan.
            Seperti halnya pendapat dari Sri Mardiyah dalam jurnalnya yang mengunggapkan bahwa guru teladan atau guru professional adalah guru yang siap menjadi spritual father bagi anak didiknya. Artinya, guru bertanggung jawab memberikan bimbingan nurani serta akhlak yang tinggi kepada muridnya, yang bersumber dari ketulusan hati. Di sini, guru merasa gembira bersama dengan anak didiknya, selalu berinteraksi dengan mereka, dan selalu memikirkan bagaimana memantau perkembangan pribadi anak didiknya agar tidak mengalami kendala yang bisa menganggu. Guru pun merasa happy dapat menjadi tempat curhat sekaligus memberikan “obat”  bagi muridnya yang sedang bersedi hati, murung, marah, dan malas belajar.
Jika mengacu pada pendapat Sri Mardiyah maka dapat disimpulkan bahwa guru teladan atau profesional adalah guru yang mampu menjadi contoh bagi siswanya, mampu memberikan sebuah apresiasi dan perubahan pola pikir kepada siswa. Selain itu, guru teladan juga harus mampu membenahi akhlak siswanya menjadi lebih baik dan menjadi orang tua sekaligus menjadi sahabat bagi siswanya agar lebih dekat secara emosional dan mampu memahami karaker siswanya di sekolah.
Menjadi guru teladan yang bisa menjadi sampel bagi siswa adalah sebuah pilihan, tinggal bagaimana kita (guru) menyikapi apakah kita akan beranjak menjadi lebih baik atau memilih jalan di tempat dengan mengabaikan segudang tanggung jawab yang kita emban. Tetapi saya sangat yakin banyak guru yang sudah menjadi tauladan dan menginspirasi siswanya di dunia pendidikan saat ini. Oleh karena, marilah kita senantiasa berusaha untuk menjadi guru yang teladan dan profesioanl.


Sumber Referensi
Rachman, Rusli.2009. Redupnya Hati Nurani: Catatan Hitam Putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jogjakarta: AksaraSastra


temanbelajarmoe Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment